kAU TAHU APABILA KAU MAHU,,,

Jumat, 16 Mei 2008

CERPEN

Perginya Setitik Sinar

Kota Dumai siang itu cukup panas dan membuat keringat bercucuran di badan.Ditambah lagi musim kemarau yang panjang semuanya menjadi rumit.Sebagian masyarakat antri membeli satu jerigen air minum karena persedian air di rumah mereka telah habis.Debu-debu beterbangan ditambah lagi asap kendaraan yang menghiasi sebagian jalan-jalan di kota ini.

“ Menurut perkiraanku malam nanti kemungkinan hujan zul. “

“ Kau ni macam dukun saja.”

“Iyalah lain panasnya hari ini, membakar kulit terasa di dalam api”

“Oh ya zul, bagaimana menurut kau tentang anak pak karim tu, kalau menurut akulah si Saleha bagus orangnya.”

“ Kau menilai dari apanya Man, kita jangan menilai seseorang dari zahirnya saja.kau mesti ingat Herman.Aku tak mahu salah pilih nanti merana hidup selamanya.ini soal hidup Herman.”

“ Iyalah aku tahu masalah yang kau pikirkan.”

“ Lalu…”

“ Terserah engkau zul,aku hanya beri pendapat saja.”

“ok, aku terima pendapatmu sering-seringlah beri pendapat kepadaku ya Man.”

“ He..he..he..he. “ Mereka ketawa berdua

Azan berkumandang di setiap sudut kota petanda memanggil hamba tuhan untuk sujud.Setelah menunaikan kewajiban sebagian masyarakat berkumpul dengan keluarga,dan membuka kembali toko-toko mereka.Langit ditaburi bintang yang menyinar dan ditemani cahaya bulan.ditambah lagi dengan panasnya cuaca pada malam hari.Hingga sebagian masyarakat mengidupkan kipas angin sampai pagi.Suara jengkerik bersahutan di sekitar rumah Zul yang tak jauh dari kota.Suara jengkerik apabila malam cukup membuat telinga menjadi “muak” mendengarnya.Kemungkinan jengkerik-jengkerik itu ingin menceritakan perkara yang penting kepada Zul bahwasanya si Saleha esok pagi akan berangkat ke Malaka mengantar ayahnya untuk berobat.Zul dan Saleha baru 2 bulan berkenalan itupun berpapasan ketika ada acara kenduri tetangga.Saleha baru saja pindah ke Dumai setelah selama ini menetap di Batam dan besar di sana.Dalam hati Saleha ada secebis harapan kepada Zul untuk dicurahkan tapi bagaimana apa daya diapun perempuan yang harus menjaga marwah diri.Sebagai perempuan Melayu adat harus dijunjung dimananapun berada.

Matahari pagi itu ditutupi asap tebal hingga pancaran cahayanya terhambat dengan tebalnya kabut.Kebakaran hutan di sepanjang kampung tetangga membuat mata pedih dan merambah sampai ke Negeri Semenanjung.

“Zul,ayah Suleha hari ini akan di bawa ke seberang untuk berobat “

“ Pukul berapa berangkatnya? “

“ Pukul 09.00 pagi”

“ Oh ya, kau tak ikut mengantar mereka sampai ke pelabuhan? “

“ Nampaknya aku tak bisa mengantar mereka disebabkan nanti ada yang mesti aku kerjakan Man.”

“ Okelah, kalau begitu.”

“Oh ya, jangan lupa kau sampaikan salamku kepada ayahnya dan si Saleha ya.”

“ Insyaallah”

Pukul menunjukan 08.30 WIB semua peralatan dan barang-barang sudah dikemas yang akan dibawa dalam perjalanan nanti.Saleha masih melihat ke luar jendela menunggu kedatangan Man yang akan mengantarkan barang-barang tersebut sampai ke pelabuhan.Tak lama setelah itu sesosok lelaki berkulit sawo matang datang.

“ Assalamualaikum.”

“ Waa’alaikumsallam, masuklah bang Man.”

“ Tak payahlah, oh ya sudah siap semua.”

“ Sudah bang Man”

“Bawa kemari tas yang besar dan peralatan yang lainnya.”

Setelah selesai semuanya maka berangkatlah mereka ke pelabuhan untuk membeli tiket dan menaikkan barang-barang mereka ke dalam feri.

“ oh ya Suleha, berapa lama di sana

“ Seminggu saja Bang”

“Oooo..”

“ Oh ya bang, kemana bang Zul tak tampak dari tadi.”

“ Katanya dia ada yang perlu diselesaikan.Dia kirim salam buat ayah dan buat Saleha juga, semoga sampai ke tempat tujuan dengan Selamat.

“ Waa’alaikumsallam, jangan lupa sampaikan salam kami kepada bang Zul”

“ Iyalah kalau begitu”

Tibalah masa akan berangkat dan semua penumpang diharapkan menaiki ferry karena 5 menit harus di dalam.Mereka masuk ke ferry sambil minta doa kepada zul agar mereka sampai ke tempat tujuan.Lantas dijawab dengan kata selamat lagi dari bibir seorang kawan yang bernama Zulkifli seorang anak kapal di pelabuhan rakyat.

***

Sore itu langit mendung ditambah lagi hembusan angin yang menjadi petanda hujan akan turun.Sebagian penduduk menyangka sore ini akan turun hujan maka sebagian dari mereka membersihkan bak-bak dan juga tempat penampung air.Tepat pukul 18.00 langit gelap dan kilat menyambar membuat sebagian pengguna sepeda motor berhenti di toko-toko karena takut dengan kilat ditambah lagi suara petir yang menggelegar.Tak lama Hujan turun dengan derasnya bak menyirami tanaman yang gersang.

Hujan masih berlanjut hingga pukul 20.00 membuat suara muazin di mesjid tidak terdengar lagi dikalahkan dengan suara air hujan yang deras.Sehingga lampu-lampu di rumah penduduk padam dan diliputi kegelapan.Dalam suasana yang sedemikian HP zul berbunyi khas dengan nada deringya lagu dangdut.

“ Siapa pula yang menelpon.” Pikirnya sambil melangkah menuju ruang depan.

“ Man?, ada apa ya”

“ Hallo Zul, halo.hallo “

“ Hallo Man tak terdengar, suaranya kecil sekali.”

“ Hallo, udah dengar.”

“ ok, baru jelas maklumk hujan.”

Ada apa Man”

“ Aku harap kau bisa datang ke rumahku sebentar, ada hal yang aku mau beritahu.”

“ Malam ini.”

“Ya malam ini,penting.”

“ Baiklah”

Dalam hujan yang deras itu Zul melangkah dengan mengunakan payung ke rumah Man yang tak jauh dari rumahnya.Hujan makin deras membuat jalan-jalan di sekitar kota menjadi tergenang dan parit-parit tersumbat.Rumah-rumah penduduk sudah terkunci dengan rapatnya dan mereka masuk ke alam mimpinya masing-masing.Akhirnya sampai juga Zul di depan pintu masuk rumah Man yang masih tertutup.Sambil mengetuk pintu rumah tersebut Zul memanggil Man dengan kerasnya karena suara Zul dikalahkan dengan derasnya hujan.

“ Man..Man..Man.” Sambil memanggil

“ Tunggu aku buka.”

“ Oh ya. Masuklah.”

Ada apa Man, kau suruh aku kemari malam-malam buta sebegini.”

“ Aku mau menyampaikan sesuatu kepada kau Zul.”

“ Sesuatu apa”

“ Tapi…”

Di luar hujan cukup deras dan ditambah lagi dengan suara petir yang menyambar.Kemungkinan sebagian kota ini akan tergenang oleh air, dan parit-parit akan meluap begitu juga sungai.

“ Tapi apa. sebutlah.”

“ Saleha, Zul!.”

Ada apa dengan Saleha,cakaplah.” sambil mengguncangkan badan Man.

“ Ferry yang ditumpangi Saleha terbakar dan tenggelam di selat Malaka sekitar pukul 10.30 pagi tadi Zul.”

“ Apa..kau pasti bohong Man!! Kau bohong!!.”

“ Zul..Zul aku baru diberitahu sama Leman malam ini.”

“ Lantas bagaimana dengan penumpangnya.”

“ Sebagian dari penumpang hilang dan diperkiraan meninggal Zul.”

Hujan masih deras dan suara petir masih menggelegar membuat masyarakat tak berani membuka pintu rumah walau hanya sekedar membuang puntung rokok.Sebagian rumah penduduk tergenang oleh air termasuk rumah Man yang mulai dimasuki air baik dari depan maupun dari seng yang bocor.

“ Aku harap kita sebagai mengenal ayah Saleha dan Saleha kita harus sabar Zul.”

“ Ya, kita harus terima ini semua.”

“ Aku harap kau tidurlah di rumahku sebab di luar hujan masih deras dan petir masih menyambar.Dan kita tunggu informasi selanjutnya besok pagi.” Sambil memegang bahu Zul

Baiklah Man.

***

Pagi itu seluruh halaman rumah masyarakat digenangi air dan membuat jalan di sekitar rumah Man menjadi becek.Sebagian batang kayu tumbang dan yang lebih parah lagi hujan malam tadi menganyutkan sandal-sandal hingga mengantarkan sandal itu hanyut ke sungai.

“ Zul, sarapan dulu kita setelah itu baru kita ke pelabuhan.”

“ marilah.”

Belum sempat melangkah HP berbunyi dan tak menunggu waktu lagi Zul langsing mengangkat HP tersebut.

“ Hallo, siapa ini.”

“ Bisa berbicara dengan Saudara Zulkifli.”

“Ya, saya sendiri.”

“ Ini dari kantor perhubungan laut ingin menanyakan kepada anda, apakah anda teman dekat Saleha?.”

“ Ya, saya teman dekatnya.ada apa?”

“ Penumpang yang bernama Saleha ada menitipkan barang katanya untuk Zulkifli sambil meninggalkan nomor Hp kamu agar mudah dihubungi.”

“ Oh ya, saya mau tanya bagaimana dengan kondisi penumpang itu?.”

“ Diperkiraan penumpang semuanya tewas dan barang-barang penumpang hanyut entah kemana.”

“ Baiklah terima kasih.”

“ Ya sama-sama.” Sambil menutup telepon.

Zul, langsung bergegas ke kantor yang diberitahukan itu tanpa menyentuh sarapan yang disediakan Man.

“ Man, aku mau ke pelabuhan dulu.”

Ada apa Zul.”

“ Nanti aku beritahu.”

Zul, langsung berangkat tanpa berbicara banyak kepada Man.Sambil menaiki motor milik Man yang dipinjamnya ia langsung menuju tempat yang dimaksud.Sesampai di tempat itu ia langsung mananyakan langsung kepada karyawan yang ada di sana

“ Mbak, katanya penumpang yang bernama Saleha ada menitipkan barang.”

“ Oh ya, kamu pergi ke ruang tengah ada karyawan yang bernama Ety,tanya langsung di sana.

“ Terima kasih Mbak.”

Zul langsung menuju ke tempat yang dimaksud dan menjumpai karyawan itu dengan penuh harapan.

“ Saudara Zul ya.” tanya karyawan itu.

“ ya saya.”

“ ini ada barang yang ditinggalkan penumpang yang bernama Saleha sebelum berangkat.katanya untuk Zulkifli.”

“ Terima kasih Mbak.”

“ ya, sama-sama.”

Zul langsung menuju ke rumah dan menjadi tanda tanya apa sebenarnya dalam bungkusan ini.Sesampainya di rumah tanpa menunggu waktu lagi ia langsung membuka bungkusan itu.Dengan jantung yang berdegup kencang dan darah terasa tersekat seketika.Dibukanya ternyata sebuah buku catatan yang penuh makna arti hidup.Buku tersebut milik Zul yang pernah minta pendapat Saleha dan harus mengisi habis buku itu sesuai pendapatnya tentang arti hidup.Sekarang buku itu telah habis terisi sampai akhirnya hingga Saleha pergi buat selama-lamanya.Zul menitik air mata teringat akan Saleha sambil membaca buku yang dititipkan dulu pada Saleha.Sekarang Buku tersebut sudah di tangannya.Menjadi pelajaran untuk makna hidup dari seorang yang bernama Saleha.

Pekanbaru, 18 Mei 2008

Tentang Penulis

Gunawan.R dilahirkan di Dumai, 5 mei 1986.Karya-karyanya telah diterbitkan antara lain di ; Majalah budaya Sagang, Harian pagi Riau Mandiri, dan sekarang sebagai ketua komunitas pohon Universitas Riau,dan bergelut dikegiatan sastra bersama rekan-rekan yang tergabung di komunitas pohon.

Email : gunawan_elsinta@yahoo.co.id

www.gunsemangatzaman.blogspot.com

Selasa, 15 April 2008

Minggu, 13 April 2008


Jangan pernah menyerah kawan,Gunakan kemampuan yang ada untuk melawan kemalasan kita.Percayalah anda punya kemapuan untuk itu.Jangan pernah menyerah untuk berperang melawan keegoan kita.Bangkitlah dari sekarang.Begerak dan bangkit untuk berkarya.Tataplah masa depan anda dengan langkah yang pasti..jangan banyak bicara tapi tak bermakna...salam persahabatan...

Tempat-tempat bersejarah mesti kunjungi


Karya sastra hendaklah kita hiasi dengan kesungguhan kita.Apabila kita malas berkarya kapan lagi kalau bukan hari ini.Kemampuan yang saudara miliki lebih besar dari pada apa yang saudara punya.Cuma sifat malas itulah yang memenjarakan motivasi saudara.Sungguh bukan saudara tak bisa melakukannya tapi kesungguhan tetapi tidak ada kemahuan dalam berkarya...COBALAH DARI SEKARANG

Kamis, 10 April 2008



kebersamaan merupakan keindahan yang sulit dilupakan

bergabunglah bersama kami...di Komunitas pohon UNRI

Rabu, 09 April 2008

SAJAK BERSAJAK GUNAWAN.R




Derasku mematahkan mimpi-mimpi


Ssssssstttttttttttt, bunyi
Diam jangan bersuara dan berkata
Ada suara di sudut sana
Yang mengoceh tak menentu

Aaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkuuuuuuu
Aaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkuuuuuuu
Miiiimmmmpiiiii ituuu

Kau dengar itu sekarang
Kuharap jangan pedulikan
Pukul, patahkan sayapnya
Lalu kau pergi...
Sekiranya mimpi itu ada
Katakan
Aku
Kau dengar itu sekarang
Katakan
aku aku aku
Walau dalam sembilu sembilang berbisa
Derasku berpijak padah tanah rela
Bukan khayalan mainan semata
Kau dengar itu
Katakan
Aku sembilang pematah aliran mimpi
Biar tiada lagi mimpi yang bernama mimpi sendiri kau
Biar kupatahkan
Bersama derasku





Dumai, 7 April 2008





Addina


Rambut menjalar ke ubun sukma
Menggelegar nafas meraut udara
Mentali jiwa menggayut ke muara mimpi tersadar
Lupakan jangan hiraukan

Addina addina addina

Tersalam terucap dari nafas jiwa
Mengalir ke sungai jiwa

Addina addina addina

Salam penyambutan yang tak teruraikan
Kusut kesat tak terungkai
Kusut
Kesat
Kasat
hilang
Addina addina addina

Tak tahu juga aku






Pekanbaru, 14 maret 2008














Cakap malam buta


Malam memang bisu dan tuli
Tak mendengar rintihanku
Aku tertusuk sembilu yang tajam
Setelah baru petang tadi kucabut
Perih
Pedih
Kepada siapa aku bercakap
Kalau bukan pada malam
Dengarkah ia
Entahlah.........









Malam kamis,8 April 2008























Sungai malam

Mengalir deras tak bermuara
Menuju ke laut fana
Yang dalam
Membawa nadi-nadi tenggelam
Membawa aku
Aku
Aku
Aku
Tenggelam pada sungai malam
Bersama pasang dan tajam
Aku tidak pulang
Karena karam dalam lubuk
Terdalam
Aku dan tengahku
Aku
Hilang aku
Sajak-sajak Gunawan.R



Manusia-manusia tersembunyi yang kuimpikan

Gelap dan kabut menyelimuti jiwaku
Tak ada yang peduli tanpa kasihan
Tertinggal dalam keresahan dibaluti irisan-irisan kepedihan
Tanpa sebab yang lama membeku jadi seribu liang
Menganga menanti siraman yang lama bertahan

Setiap nafas yang keluar dari rongga bertuan
Setiap detik datang dan pergi tanpa menampakkan sinar suci
Hanya keresahan membaluti dan bersemayam dalam jiwa
Lama telah kutunggu
Bahkan dalam setiap langkah dan derap yang dilalui bersama diriku
Jasadku,aku,jiwa yang terluka dan menangis
Meronta dan meminta pada yang tiba
Bahkan dalam keterasingan yang amat mencekam
Perih, pedih, luka, pilu menjadi satu bersarang dalam benak yang sendiri
Tak terkira berjuta rasa kini lebur tak bertuan dan yatim
Tinggallah diri dan diri

Namun berharap pada yang nyata tidaklah besar
Namun menghiba pada yang jelas tiada terlintas
Pada siapa lagi kalau bukan pada jiwa dan nafas yang resah dan gelisah
Pada siapa lagi kalau bukan penghiba datang pada kepahaman memahaminya
Tak berharap pada yang jelas
Manusia-manusia yang tersembunyi yang kuimpikan dalam setiap nafas
Derap langkah jadi satu pembangkit energi diri dan keresahan pudar
Sirna menuju gerbang kesyahduan bersama cahaya jalan lurus



( Komunitas pohon,2008 )












Lukisan tengah malam tanpa membaca jiwa-jiwaku

Angin malam sedikitpun tak dapat membaca jiwa-jiwaku
Bintang malam hanya membisu dengan kelompoknya
Rembulan tak bergeming hanya bersiap tenggelam sebentar lagi
Suara malam tak terdengar bagi mereka yang terbang entah kemana
Bersama lenanya tidur tanpa membaca jiwa-jiwaku
Kegelapan memang pakaian malam tanpa lentera yang menerangi
Suara binatang malam tak mampu membaca jiwa-jiwaku
Biar sekerat dan secebis masuk dalam jiwa-jiwa yang kesepian
Jiwa-jiwa yang merindui ketenangan yang tergadai puluhan tahun dulu
Jiwa-jiwa yang merindui asyiknya berbalut perban kesejukan tetesan rindu
Menetes tepat di lubuk sanubari yang paling dalam
Tak seorang pun tahu dan lukisan malam tak dapat membacanya
Karena terlalu dalam dan jauh dan jauh tak terhinggga
Tanya pada angin malam pernahkah ia membacanya
Tanya pada bintang pernahkah ia membacanya atau
Lukiskan itu semua tak mampu membaca jiwa-jiwaku
Apalagi bertanya pada insan yang terbang bersama mimpinya dan
Larut masuk ke dalam jiwa-jiwa kosong yang mudah di ambil dan dibawa
Entah kemana dan tak tahu rimbanya
Dapatku petik dalam berdiriku sendiri dikegelapan malam
Telah kulukis dari barat, timur, utara, selatan tak mampu membaca
Jiwa-jiwaku apalagi jiwa-jiwa manusia dan manusia



( Komunitas pohon,2008 )



















Hanya sebuah asa

Lama bertahun menghilang tak dapat dicari
Puas disudut pelosok mata angin yang menderu
Puas diliku-liku persimpangan hidupmu tak kutemui
Engkau entah kemana
Pergi tak meninggalkan kesan dan sepatah kata
Adakah aku salah dan melukakan sanubari yang penuh kelembutan itu
Adakah tersalah langkah hingga aku tak tahu kemana arah lagi
Sekiranya semua itu jadi persoalan
Dari sudut jiwa yang kosong dan kekabutan mencari jejakj-jejakmu
Inginku jemput dan kusambut datangmu
Bersama jiwa baru yang kau hidupkan dalam kepergianmu

Kini kuberharap ketibaaanmu di depanku
Lalu berseloka dengan alunan kerinduan yang lama terkulai tak berdaya
Harap kau kembali setelah kulepaskan gulita dulu
Menyirami kebun-kebun kasih sayang dengan air ketulusan
Menatap masa depan yang menanti dan memanggil







( Komunitas pohon, 2008 )



















Rintihan yang tak didengar

Tak ada yang tahu membaca sahabat yang lama bersama kita
Begitu juga tak ada ambil peduli kawan yang senantiasa melayani manusia
Tiuannya,derunya,geloranya,kesejukannya dan indahnya bentuknya
Kenapa kita hanya tahu memperkosanya
Kenapa kita tahu meluluhlantakannya
Tanpa kita sadarai sejak dulu padahal ia bermanfaat bagi kita
Sudah lama ia menderita dengan sepak terjang angkara mereka
Sudah lama ia sakit dengan tangan jahil yang memotong tanpa hirau
Jangan disalahkan jika ia tak mau bersahabat dengan kita lagi

Coba baca diri dan sekitar kita
Apa yang telah kita lakukan demi mpersahabatan kita dengannya
Adakah kita merawatnya dengan ketulusan dan kesungguhan
Jika itu cintanya akan menghasilkan kedinginan yang dapat dirasakan
Tanpa ada bahaya yang mengancam setiap jiwa-jiwa yang bernafas
Tanpa ketakutan yang mendalam
Bacalah diri kita
Bacalah setiap jiwa-jiwa kita adakah menjaganya
Kedamaian hidup dapat dirasakan dengannya dengan derunya
Jika itu yang kau mahu hari ini

Mulakan tanpa menunda-menunda waktunya
Detik setiap nafasnya akan berarti untuk menjaganya
Tunggu apa lagi langkahlah dengan penuh semangat dan tekad
Untuk masa depan bersama mereka yang tidak bisa bicara dengan kita
Mereka hanya diam dan diam
Apabila marah tunggulah masanya untuk membinasakan kita semua
Bersama hemapasan dan tiuapan yang ditakutinmya
Ia tidak minta banyak dari kita
Hanya penjagaan yang diiringi rasa cinta dari diri yang bernama manusia.


( Komunitas Pohon, 2008 )











Mengapa dia

Mengapa dia
Berkepala tikus berbulu kesombongan
Sambil meluluhlantakkan perut rakyat
Menampakkan gigi di kursi ketertawaan diiringi keangkuhan
Tiba menguasai hatimu
Berbekal segenggam butir pasir kehidupan

Mengapa dia
Yang membuat penderitaan
Anak kecil berkelana berbalut celana
Membakar bayi-bayi di rahim bunda
Membunuh ayahmu dengan tangannya
Bersama dengan jiwa-jiwa yang tidak memiliki jiwa
Mengapa dia kau menjadi terluka
Kau terlunta
Kau buta
Tak tahu meja
Meja kehidupan




( Komunitas Pohon, 2007 )





















Anak perahu tua

Anak perahu tua
Merintih, menjerit, di sudut kehidupan itu
Menahan perih kekosongan tanpa terisi dari mula tadi
Lambung kehidupan
Tak siapa peduli
Tak juga kau
Oh
Memang perih pedih
Sekelilingnya buta tak bermata
Berlalu tak bertegur sapa
Tinggallah anak perahu tua
Dalam sedih dan luka
Tak terkira panjangnya



( Komunitas Pohon, 2007 )


























Renungan seorang anak

Tak dapat dipungkiri lagi kasih sayang bunda
Mengapa aku tertidur
Dihamparan dunia fana ini
Hingga aku melupakanmu
Bersama roda masa kehidupan yang mewarnai hidup
Kini anakmu datang sejuta impian
Mengharap doa restumu
Tuk menggapai ridho Nya
Anakmu ingin tenggelam dilautan pelukmu
Membawa kealam cinta bunda
Yang selama ini kuimpikan
Yang selama ini ku harapkan
Bersama dengan berjalannya waktu
Sampai tiba masa waktu nanti



( Komunitas Pohon, 2007 )





Tentang penulis

Gunawan.R merupakan ketua komunitas pohon sebuah komunitas sastra di Universitas Riau dan masih kuliah di pendidikan bahasa dan sastra Indonesia Universitas Riau
Sajak-sajak Gunawan.R







Satu detak satu detik bergenggam

satu detak
satu detik
satu berpisah
antara
detak tak ada detik
tak sama cukup jauh berbeda
karena detik bisa berdetak
berdetak cukup keras menghancur jiwa
dalam hitungan detik
tik..tik..tik..tik
tik..tik..tik..tik
kuterlempar tak terkira jaraknya





Dumai,15 maret 2008



















Hanya Coretan Dulu

sssssstt...jangan bilang pada sesiapa
bahwa petang tadi ia menjumpaiku
di lautan bergelora yang dalam sekali
ia berkata padaku;
terbang,satu,dua,tiga,empat,lima,enam,tujuh
ya ampun ada apa ini
kejutku padanya sambil melihatnya
katanya;
kau bisa mencari diriku dalam dirimu sendiri
tak payah kau susuri beribu sungai
tak payah kau tempuh lautan dalam
cukuplah dirimu pasti ada jawaban
perhatikan matamu
perhatikan lidahmu
ada jawaban di sana
apa lagi?
katakan ucapku
dirimu tidak mengerti
tak memahami diri
baca kediriaamu
baru kau tahu aku adalah aku
kau adalah kau
ya..ya..ya..ya katanya



Pekanbaru,24 maret 2008
CERPEN


CERAI PERINDU

Aku melihat wanita tua itu terus saja membersihkan setiap sudut rumah yang sudah lama didiaminya.Rumahnya yang sudah berusia setengah abad itu merupakan pemberian suaminya ketika baru menikah dahulu.Ia tidak lupa dengan wajah suaminya yang meninggal akibat ditelan ombak Selat Malaka ketika berlayar menuju ke negeri seberang itu.Sesekali kumelihat tangannya membersihkan keringat yang mengucur bagikan air di keningnya sambil membersihkan foto suaminya yang sudah usang dan berdebu.Kulangkahkan kaki coba mendekati wanita itu yang sedang membersihkan tangga rumahnya yang hampir rubuh.Kadang timbul rasa malu dalam diriku karena jarang lewat di depan rumahnya disebabkan kesibukan aktivitas di kampus.
“Assalamualaikum Nek “ ucapku.
“ Mualaikumsalam “ jawabnya sambil memandangku dengan senyuman.
“ Nek apa kabar?” tanyaku sambil membalas senyumnya.
“ Beginilah keadaan selalu,kalau panas tatap panas dan juga apabila hujan tetaplah hujan “ jawabnya.
Aku mengerti apa yang dimaksudkan wanita tua itu.Sebab ketika kumasih kecil ia sering memberi gula-gula kepadaku ketika bermain.
“ Kemana saja tidak kelihatan akhir-akhir ini,biasanya sering lewat di sini “ wanita itu bertanya kepadaku.
“ Nek, saya pergi menuntut ilmu ke kota untuk melanjutkan pendidikan demi masa depan yang saya impikan” jawabku dengan memandang wajahnya.
“ Oh begitu,pantaslah tidak kelihatan selama ini “ ucapnya dengan senyuman dari wajahnya yang senja.
“ Oh ya tidak lama lagi Aini akan pulang dari Medan setelah menyelesaikan semua urusan kerjanya di sana makanya nenek membersihkan rumah ini. “ terang wanita itu.
“ Oooo begitu…oh ya nek, saya pamit dulu karena harus menyelesaikan pekerjaan lagi “ jawabku.
“ Baiklah,hati-hati ya nak “ucapnya.
“ Ya nek.assalamualikum “ ucapku.
“ Mualaikumsallam “ jawabnya sambil melihatku.
Aku melanglah menuju tempat kediamanku yang berjarak tidak terlalu jauh dari rumahnya.Dalam perjalananku masih teringat wajah cantik Aini ketika pergi sekolah berboncengan naik sepeda denganku.Wajahnya yang putih dan mengunakan jilbab putih yang dibelikan oleh ibunya dulu.
***
Waktu terus saja berputar bagaikan roda kehidupan di dunia fana ini.Di tengah terik panas matahari yang tidak bisa berdamai. kucoba mengunjungi rumah wanita tua itu.Setelah sampai di depan rumahnya kumelihat tidak ada suara satupun terdengar dari dalam.Biasanya sepengetahuanku setelah sholat zuhur biasanya wanita itu duduk di pintu tengah rumahnya sambil minum secawan kopi.Tapi kali ini tidak terlihat pada tempat biasa.
“ Kemana nenek ini,biasanya ada pada saat begini” aku bertanya pada diriku sendiri.
Aku terus mencarinya sampai ke belakang rumah hingga ke kebun pisang yang ditanamnya namun hasilnya tetap tidak menjumpai.Tatkala mahu pulang kumelihat pintu belakang rumahnya terbuka.Kucoba susuri sambil melihat ke bawah kolong rumah itu.Ternyata apa yang terjadi?dari kejauhan kumelihat wanita tua itu termenung sendiri di ruang tengah dengan meneteskan air mata dan menutup pintu tengah dengan rapatnya.
“ Assalamualaikum nek “ ucapku.
“ Mualaikumsallam “jawabnya dengan suara serak setelah menangis yang aku pun tidak tahu apa penyebabnya.
“ Nek,kenapa nenek menangis bukankah besok Aini pulang menjumpai nenek?” tanyaku.
Wanita tua itu membisu seribu bahasa setelah mendengar pertanyaanku tentang kepulangan Aini.Lama ia membisu sehingga kumerasa bersalah bertanya perkara itu.
“Maafkan saya nek sekiranya menyinggung perasaan nenek” ucapku.
“ Tidak nak,kau tidak menyinggung perasaanku” jawab wanita itu dengan memandang keluar dengan pandangan yang kosong.
“ Bacalah surat yang ada di dalam tas yang tergantung di belakang lemari itu” ucap wanita itu sambil memandang keluar.
Aku terdiam membisu dan menjadi pertanyaan dalam hatiku dari siapakah surat itu? Dengan bergegas kumenuju tempat yang ditunjukkannya dan kudapati sepucuk surat yang sudah dibuka dengan perlahan kumembacanya.


Dari : Aini Putri Lestari Medan ,15 oktober 2007
Di Medan

Buat : Bundaku
Di Kampung

Assalamulaikum wb wk
Bunda,semoga bunda sehat di kampung sana.Aini dalam keadaan sehat di sini dan dalam selalu merindukan bunda.sehubungan dengan janji Aini yang akan pulang kampung besok terpaksa aini batalkan karena Aini harus ke Palembang menemani boss Aini yang ada jadwal kerja di sana.jadi kepulangan Aini dibatalkan dulu.Nanti Aini akan belikan bunda baju baru dan akan bawakan masakan kesukaan bunda ya.dan jangan lupa sampaiikan salam Aini kepada teman Aini sewaktu berboncenngan ke sekolah dulu.Aini sudah lupa namanya tapi Aini tak lupa sama wajahnya.Demikinlah yang dapat Aini kabarkan buat bunda di kampung dan jangan lupa jaga kesehatannya.

Wasssallamulaikum wb wk
Aini

Setelah membaca surat itu mataku tanpa sengaja mengeluarkan bening yang menetes sambil memandang ke arah wajahnya yang masih termenung.Lalu kumenuju wanita itu sambil memegang tangannya.
“Nek,sabar ya”ucapku.
Kumelihat butiran-butiran bening keluar dari kelopak matanya yang sudah senja.kusadari kerinduan pada Aini tidak bisa terbendung lagi karena sudah 6 tahun Aini tidak pulang ke kampung ini menjumpai orang tuanya. Aku tidak bisa berlama di rumah wanita itu karena tugas perkulihan belum selesai dan kumohon pamit padanya. “ Nek,saya pulang ya karena ada kerja yang mau diselesaikan “ ucapku.
“ Hati-hati ya nak “ jawabnya sambil menyapu air matanya.
“ Baik nek,assalamualaikum “ ucapku.
“ Waalaikumsallam “ jawab wanita itu dengan memandangku.
Dalam perjalananku aku menjadi tanda tanya kenapa Aini sanggup membuat ibunya yang sudah tua terluka.Waktu terus berputar dengan cepatnya bagaikan roda yang kencang.Wanita itu memendam rindu yang dalam dan sangat dalam.
***
Pada malam itu hujan sangat derasnya dan petir saling menyambar.Kerisauanku kepada wanita itu semakin mendalam apalagi hujan sangat lebatnya karena pernah kumelihat ketika berkunjung kerumahnya banyak seng yang sudah bocor.Malam itu juga kubergegas menuju ke rumah wanita tua itu.Ternyata apa yang terjadi sangat menyedihkan yaitu wanita itu menggigil kedinginan dan pakaian basah terkena air hujan yang menetes di kamarnya sambil menyebut dengan suara serak,,Aini pulanglah ibu merindukanmu. Tak dapat kutahan air mata ini sambil berlari menuju ke arah laut yang membentang luas aku memekik sekuatnya seiringan dengan halilintar yang menyambar. Tanda tak kuat menahan kesedihan yang menimpanya dan menyesal dengan Aini yang telah sanggup melukai hati orang yang telah melahirkan dan membesarkannya.Kubiarkan pakaianpada malam itu basah dan seluruh tubuh disirami air hujan malam.Setelah melampiaskan kekecewaanku pada laut yang membisu dan pada deru angin yang ditemani deburan ombak laut yang mengganas.Dan redupnya cahaya bulan pada malam itu. Kuberlari dengan tangisan menuju ke rumah wanita tua itu melihat rindu yang dipendamnya.Sesampai di pintu rumahnya kucoba memberi salam.Ternyata tak ada jawaban yang pasti tentang salamku lagi. Kudorong pintu tersebut dengan kerasnya sehingga terbuka.Ternyata apa yang terjadi?wanita itu telah tiada lagi dan ia mengembuskan nafas terakhir dengan kerinduannya sambil memegang foto Aini denganku ketika masih sekolah dulu.Dan kudapati di tangannya secarik kertas yang bertuliskan : Carilah diriku di dalam dirimu dengan mimpi yang pasti,jangan kau dustakan kerinduan ini walaupun masih terkubur buat sementara.rinduku ada pada dirimu
Aku menangis dengan tangisan yang dahsyat pada malam itu.

Gunawan.R
Ketua komunitas pohon
Mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia
Uninersitas Riau
pekanbaru
Cerita Pendek

Semalam yang hangat

Daun nyiur itu terus melambai-lambai karena diterpa angin sore di pantai yang tidak berpenghuni itu.Deru ombak yang mengempas pesisir pantai tak terkirakan lagi dahsyatnya.Entah mengapa dalam suasana tersebut kerinduan keramaian datang menerpa jiwa yang sunyi.Kadangkala dalam keramaian ingin pula suasana yang sepi tak berpenghuni.D alam ketermenunganku itu entah dari mana datangnya aku dikejutkan dengan tepukan di pundakku.
“ Hei orang muda kenapa kau termenung sendiri di sini “ katanya sambil menatapku.
Aku hanya diam dan mengamati dengan serius siapakah gerangan wanita tua itu.Dari raut wajahnya ia mempunyai masalah yang ia pendamkan dan mempunyai kerisauan yang belum tersampaikan.
“ Maaf nek, sebenarnya diri ini hanya sekedar duduk-duduk saja.Sudah lama saya tidak menikmati pemandangan yang seindah yang ada di pantai ini “ Jawabku dengan lurus.
“ Memang anak berasal dari mana? “ Tanyanya kembali.
“ Ibu dan ayah saya berasal dari sini dan saya sudah lama merantau ke kota untuk mencari ilmu.karena musim libur saya sempatkan pulang ke kampung untuk bertakziah ke kuburan ayah yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu “ Jawabku dengan melemparkan pandangan ke arah laut.
“ Bagaimana dengan kabar Ibumu? “Tanyanya lagi.
“ Ibu saya…” jawabanku terputus sampai di situ dan terdiam.
“ Kenapa nak? “ Tanyanya sambil maju beberapa langkah ke arahku.
Aku terdiam sambil menundukkan pandangan berusaha menahan air mata yang mulai menetes.Matahari paham dengan tugasnya yaitu kembali keperaduannya dan cahaya merah dari ufuk barat terlihat jelas dari pesisir pantai.
“ Maaf nek, saya terpaksa pulang karena suasana sudah mulai gelap dan sebentar lagi azan akan berkumandang “ kataku sambil melangkah perlahan.
“ Baiklah nak,Semoga dirimu sampai dengan selamat ke tempat tujuanmu “ Jawabnya dengan penuh ketulusan yang terlihat dari raut wajahnya.
Dengan penuh tanda tanya besar dalam diriku dan belum dapat menjawab siapakah gerangan wanita tua yang tinggal di pantai yang sunyi itu.Setahuku pantai itu sudah lama tidak dikunjungi orang karena ada kejadian yang sangat mengenaskan dua tahun silam yang mengakibatkan korban jiwa.Dari cerita orang tua-tua di kampung ini apabila malam kadangkala terdengar deburan ombak yang cukup keras yang diiringi dengan pekikan manusia.Cerita tersebut meluas dari kampung ke kampung hingga tak ada satupun pemuda yang berani mengunjungi pantai itu.
Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar mengambil handuk untuk mandi karena sebentar lagi azan maghrib akan berkumandang.Dengan langkah cepat kumenuju sumur yang berada di belakang rumah dengan sekelilingnya ditumbuhi batang-batang getah yang berdiri kokoh.Suasana sudah gelap dengan langkah cepat menuju rumah dan masuk ke kamar dan tak berapa lama langsung meluncur ke mesjid.
“ Eh lama tak nampak kemana saja menghilang “ Tanya teman lama yang sudah lama tak jumpa di tengah perjalanan.
“ Eh kau Man,apa kabar? “ Jawabku sambil menunggunya mendekatiku.
“ Alhamdulillah sehat “ jawabnya sambil menyalamiku.
Sambil berjalan menuju ke mesjid kami bercerita mengenai persahabatan yang sudah lama tak ada berita seperti ditelan bumi.Man merupakan sahabat karibku sejak kecil Namun Man tetap tinggal di kampung disebabkan harus menjaga kebun getah arwah ayahnya.

***
Matahari mulai menampakan sinarnya dan diiringi dengan tiupan angin yang membawa kesegaran di pagi hari.Cuaca yang lumayan cerah walau sesekali ditutupi awan yang menggumpal di langit.Kucoba membuka pintu rumah agar udara pagi bisa masuk melalui pintu dan terasa segar.Belum sempat habis pintu dibuka aku dikejutkan dengan sesosok wanita tua yang berkerudung berwarna coklat muda.
“ Assalamualaikum “ Sapanya kepadaku.
“ Waalaikusallam “ Jawabku dengan keheranan.
“ Apakah ini rumah Asmah wanita janda itu “ Tanyanya.
“ Iya benar, itu nama ibu saya “ jawabku.
“ Dimanakah ibumu ? dan nenek mau jumpa dengannya “ Tanyanya sambil menyampaikan maksud kedatangannya.
“ Maaf nenek, nenek siapa ? “ Tanyaku dengan pandangan mengarah kepadanya.
“ Bukankah nenek pernah bertemu denganmu di pantai yang penuh kesunyian tanpa ada seorang pun ketika matahari mulai tenggelam sore itu. “ Jelasnya kepadaku.
“ Iya saya tahu nek,Cuma hubungan nenek dengan ibuku ada apa nek ? “ Tanyaku berharap agar nenek itu menjelaskan secara jelas.
“ Bukankah ibumu sudah menceritakan semuanya “ Jelasnya.
“ Menceritakan apa nek, saya tidak paham nek? “ tanyaku dengan kebingungan.
“ Tolong bawakan nenek berjumpa dengan ibumu” Pinta nenek tersebut tanpa menjawab pertanyaanku tadi.
“ Baiklah nek,mari saya antarkan nenek ke kamar ibu saya “ Jawabku sambil memegang dan menuntun tangan nenek tersebut menuju ke kamar ibuku.
Dengan langkah yang perlahan wanita tua tersebut berjalan mengamati setiap sudut rumahku yang mulai kusam disebabkan papan rumah itu sudah terlalu tua.Tatkala sampai di pintu tengah rumahku.ia berhenti lalu memperhatikan photo arwah ayahku yang telah meninggal.Diamatinya terus photo tersebut dan sesekali ia mendekat dan memperhatikan dengan tekun.
“ Nek,mari kita ke kamar ibu “ Sapaku.
“ apakah kamu tahu lelaki ini ? Tanyanya kepadaku.
“ Ini ayah saya nek, dan ia sudah meninggak beberapa tahun yang lalu “ Jelasku.
“ Siapakah nama ayahmu itu “ Ia bertanya kepadaku.
“ Memangnya nenek kenal “ Tanyaku kepadanya.
“ Entahlah nenek dah lupa “ jawabnya sambil melemparkan pandangan ke luar jendela rumah seolah ia memikirkan sesuatu yang tersimpan pada perasaannya.
Kami melangkah menuju ke kamar ibuku dan sesampai di pintu nenek tersebut mengucapkan salam kepada ibuku.
“ Assalamualaikum “ Ucapnya.
Namun belum terdengar jawaban dari dalam kamar.Mungkin menurutku ibu sedang melaksanakan sembahyang Dhuha.Nenek tersebut mengulangi ucapan salamnya dan akhirnya terdengar jawaban dari dalam.
“ Waalaikumsallam “ Jawabnya dengan suara agak parau.
“ Siapakah gerangan yang mengucapkan salam itu “ Tanya ibuku
“Asmah, apakah kau tidak mengenali suara ini lagi ? Tanya wanita tua itu kepada ibuku.
“ Ibu, ada seorang nenek ingin berjumpa dengan ibu “ Sambungku.
“ Tunggu sebentar ya, ibu mengganti pakaian “ Jawab ibuku dari dalam kamar.
“ Nek, tunggu sebentar ya “ Kataku kepada nenek tersebut.
Terlihat jelas dari raut wajah nenek tersebut penuh harap dapat berjumpa dengan ibu.Kadangkala jadi tanda tanya tersendiri bagiku apa maksudnya nenek tua itu berjumpa dengan ibuku.Tak lama setelah itu pintu kamar dibuka
“ Assalamulaikum Asmah “ Sapa nenek tersebut.
“ Waalaikumsallam “ jawab ibuku.
Setelah menjawab salam nenek tersebut ibuku termenung dan mengamati raut wajah nenek tersebut.Mungkin dalam hatinya ia kenal pasti dengan sesosok nenek yang menyapaku di pantai yang sunyi tempo hari.Makin lama langkah kedua orang tua tersebut makin mendekat antara ibuku dan tubuh nenek tersebut.Aku terkejut tatkala itu juga tubuh ibuku langsung memeluk tubuh nenek tersebut dengan tangisan yang sejadi-jadinya.Begitu juga dengan nenek tersebut langsung memeluk tubuh ibuku dan mencium kedua pipi ibuku.
“ Mak, kemana saja mak menghilang puas sudah Asmah mencari sampai ke Pulau seberang “ Tanya Ibuku yang menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh nenek itu.
“ Sudahlah nak,tak usah ditanyakan lagi masalah masa lampau “ Jawab nenek tersebut kepada ibuku.
Kedua saling berpelukan dan masih mengeluarkan air mata kesyukuran karana dapat berjumpa orang selama ini yang dirinduinya.Setelah itu Ibuku menyuruh membeli bahan-bahan dapur untuk dimasak di kedai haji Entul yang terletak tak jauh dari rumahku.Dalam pikiranku masih menjadi tanda tanya tapi sebenarnya pertemuan tadi antara nenek tersebut dengan ibuku sudah dapat menjawab siapa gerangan nenek tua tersebut.Dari kejahuan kumelihat ibu sedang asyik dan mesranya berbicara dengan nenek itu.Setelah membeli semua bahan-bahan dapur ibu langsung memasaknya dan setelah semuanya selesai ibu mempersilahkan nenek tersebut makan bersama kami.Nenek tersebut makan dengan lahabnya dan ditambah cerira yang mambuat suasana semakin mesra.Ibu tidak mengizinkan nenek pergi dan ia harus tinggal bersama kami di rumah ini.Mulanya nenek tidak mahu tinggal dengan kami karena ia harus kembali di rumahnya yang berada di tepi pantai yang sunyi itu karena sudah terbiasa hidup dengan sendirinya.Namun setelah dibujuk ibu akhirnya nenek memberikan keputusan akan tinggal dengan kami.Menjelang malam suasana rumah terlihat agak berbeda seperti semulanya.Malam ini adalah malam pertama nenek tersebut menginap di rumahku denga menempati kamat bagian tengah ruangan.
Suasana malam terasa dingin dan angin berhembus dengan penuh perasaan hingga terasa menusuk tulang.Kuberdiri dan menuju pintu depan karena apabila mata tak dapat dipejamkan biasanya kududuk mamandang bintang di langit.Suasana di sekitar sudah mulai sunyi karena apabila jarum jam menunjukkan pukuk 09.15 lampu di kampung tersebut akan dipadamkam karena masih bergantung dengan mesin diesel yang ditopang dari rumah salah seorang yang dituakan di kampung tersebut.Dalam ketermenunganku itu dari arah belakang aku dikejutkan dengan bunyi benda keras yang jatuh.Pikiranku tidak tenang ada gerangan apa bunyi suara itu.Dengan cepat kututup pintu dan lalu menuju ke belakang dekat suara yang menimbulkan kecurigaan.Suasana malam yang gelap membuat mataku merasa dunia ini tak mempunyai sinar.Kucoba mengetuk pintu kamar ibu biasanya ibu belum tidur.
“ Assalamualaikum bu “ Ucapku sambil berharap ibu belum tidur.
“ Waalaikumsallam “ Jawab ibuku sambil membukalan pintu kamar dengan membawa lilin yang sudah dinyalakan.
“ Ada apa? Belum tidur lagi? “ Tanyanya kepadaku.
“ Belum bu,apakah ibu mendengar suara benda yang jatuh di belakang tadi bu ? “ Tanyaku.
“ Tidak, Ibu tak mendengarnya “ Jawab ibuku dengan tegas.
Pikiranku beralih pada nenek yang datang pagi tadi ke rumahku.Siang dan petang tadi ibu masih bersama nenek tersebut dan akhirnya ibu mengajak tinggal dirumah ini.
“ Oh ya bu, nenek dimana bu ? “ Tanyaku.
“ Nenek di kamar tengah “ Jawab ibuku.
Namun perasaanku tidak tenang mengingat nenek tua tersebut sudah bisa dikatakan uzur.Kemungkinan ia pergi ke belakang lalu jatuh mengingat rumah ini sudah lama yaitu hadiah arwah ayahku kepada ibuku ketika nikah dulu.
“ Mari kita lihat ke belakang bu “ Ajakku kepada ibu.
“ Tunggu sebentar ibu ganti lilin yang lebih besar agar terlihat lebih terang “ Jawab ibuku.
Ibu masuk ke kamarnya mengambil lilin yang lebih besar agar terlihat jelas apa benda yang jatuh di belakang tersebut.
“ Mari “ Ibu langsung mengajakku.
“ Sini biar saya pegangkan lilinnya bu “ Pintaku.
Lalu ibu memberikan lilin tersebut kepadaku dan kami pun menuju ke tempat yang kami maksudkan.
“ Nampaknya tidak ada benda yang jatuh “ Kata ibuku.
“ Biar saya telusuri di belakang ini bu “ Pintaku.
Sambil memegang lilin di tangan kumenelusuri setiap sudup belakang rumah.Namu tidak juga jumpa apa benda yang jatuh tadi.Perasaanku tidak tenang karena bunyi tersebut terdengar cukup keras.
“ Nampaknya tidak ada apa-apa “ Kata ibuku.
“ Tapi… “ Jawabku terputus langsung dipotong oleh ibu.
“ Sudahlah, itu mungkin perasaan saja sekarang sudah larut malam tidur lagi besok subuh-subuh harus bangun membantu ibu angkat kayu di hutan “ Jelas ibuku.
Seketika itu juga kami menuju kamar masing-masing untuk istirahat karena hari sudah larut malam.Namun belum beberapa langkah kami dikejutkan dari arah belakang suara sesosok manusia yang merintih kesakitan.Kami menuju ke tempat suara tersebut ternyata alangkah terkejutnya kami
“ Ya Allah nek,kenapa dengan nenek “ Ucapku sambil memegang tubuh nenek tersebut.
“ Mak,Kenapa dengan mak sampai berdarah sebegini “ Rintih ibuku sambil mengelurkan air mata.
“ Mak,mak bangun mak “ Ucap ibu sambil menggoncangkan tubuh nenek tersebut.
“ Ibu, sudahlah nenek telah tiada dan kita harus menerima takdir ini “ Kataku kepada ibu sambilk memeluk tubuh ibuku.
Air mataku mengalir bersamaan dengan air mata ibu yang terus keluar.Tatkala itu kumerasakan kasih sayang seorang nenek ketika menyapaku di pantai yang sunyi itu.Ibu terus memeluknya dan mencium pipi nenek tersebut diiringi dengan tangisan.Namun tanpa kesadaranku dan ibu nenek telah tiada disisi kami lagi karena di Panggil Nya untuk selama-lamanya.Tinggallah kenangan yang berkesan bagi ibuku dan diriku sendiri.Malam tersebut menjadi malam air mata bagi kami berdua.Bukan itu saja malam tersebut menjadi malam terhangat karena panas kerinduan masih terasa di hati ibuku begitu juga dengan diriku. hingga pagi dan sampai menghantarkannya ke liang lahad.

Gunawan.R
( Ketua Komunitas Pohon Universitas Riau )
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia
Sebagai Pemenang juara 1 pembacaan cerpen se Unri
Cerpen

Terkunci dalam keresahan

Malam tanpa diterangi cahaya bulan dan hanya ditemani bunyi jengkerik yang memekakkan telinga menjadi santapan setiap malam di kampung itu.Ditambah lagi dengan bunyi deburan ombak menggambarkan ganas sepak terjangnya yang bisa menghancurkan kapal dan perahu yang berlabuh.
“ Mak bila abang akan pulang mak dah seminggu tak ada kabar,bagaimana ni “ rengek Asya pada maknya.
“ Sabarlah Asya abang kau insyaallah selamat.Bawalah betenang ya nak jangan dirisaukan dan berdoalah “ nasehat maknya sambil membelai rambut Asya karena ia adalah anak perempuan satu-satunya setelah suaminya meninggal 8 tahun silam.
“ Tapi... “ ucap Asya.
“ Sudahlah hari makin malam dan besok masih banyak kejo yang mesti dilakukan lagi ya nak “ pinta maknya sambil menyuruh Asya masuk ke kamar.
“ Baiklah mak “ jawab Asya sambil mencium kedua tangan maknya.
“ Oh ya jangan lupa kalau nak tidur tu jangan lupa basuh kaki ya Asya nanti mengingau pula “ nasehat maknya kepada Asya yang sedang menuju kamar.
“ Baiklah mak “ jawab Asya.
Suasana sangat dingin di luar ditambah dengan embusan angin malam yang cukup kencang.Deburan ombak Selat Malaka cukup kuat hingga menyebabkan pengikisan pada pantai hingga beberapa meter.Kadangkala menerjang batang kelapa yang ada di sekitarnya.
Sebenarnya dalam beberapa hari ini nelayan di kampung tersebut tidak menjaring ikan disebabkan kuatnya ombak.Dalam dua hari ini saja sudah empat perahu nelayan yang terbalik namun untunglah semuanya selamat tiada korban jiwa.Dalam suasana yang demikian itu tidak menjadi halangan bagi Izam untuk menjaring ikan di lautan lepas walau badai melanda.Sudah berulangkali maknya menasehatinya jangan menjaring namun nasehat itu bagai angin lalu saja.
Pernah pada suatu malam ia turun ke laut dengan ditemani seorang teman karibnya yang bernama Azali menaiki pompong menuju Selat Malaka sambil membawa peralatan penangkapan ikan.Di tengah perjalanan ia dihadang dua speedboat patroli polisi Malaysia disebabkan melanggar perbatasan laut dan menangkap ikan di perairan Malaysia.Izam dan Azali berserta perahunya diseret ke kantor polisi Malaysia di Malaka.Sementara itu keduanya disidang dan dijatuhi hukuman sebat dan diteruskan dengan penjara selama seminggu.Orang kampung resah dan kabar hilangnya Izam dan Azali menyebar kemana-mana.Asya adiknya itu menangis karena kehilangan abangnya tercinta.Tak ada kabar keduanya bagaikan hilang ditelan bumi dan hanya resah membaluti hati maknya dan adiknya Asya.Namun setelah seminggu mengalami proses hukuman keduanya dipulangkan ke kampung asalnya.Hanya sebulan saja mereka tak menjaring ikan disebabkan trauma dan setelah itu dilanjutkan dengan pekerjaan lain.Kali ini bukan menangkap ikan tapi membawa pekerja yang ingin memasuki negeri jiran tanpa izin alias ilegal.Hal inilah yang menambah resah mak dan adiknya dengan perbuatannya.Hanya pekerjaan ini tidak berlangsung lama karena ketatnya penjagaan perbatasan.Izam kembali lagi tetap menjaring ikan sebagaimana semulanya.
Matahari pagi begitu cerah hingga menandakan hari ini cuaca akan panas.burung-burung saling berkicauhan di pokok getah di belakang rumah Asya.Jendela depan dibuka begitu juga pintu rumah agar udara pagi masuk.Asya duduk di depan pintu rumahnya sambil merenungkan nasib abang Izam sampai saat ini tiada berita.
“ Ei Asya kenapa pulak pagi-pagi duduk kat pintu ni tak elok dipandang orang “ tegur maknya.
Asya tetap diam dan membisu tak mengeluarkan sepatah kata apapun dan keresahan membuat tidur malam tidak lena.
“ Asya pergi lekas basuh muka tu setelah itu sarapan.Mak dah buatkan nasi goreng buat kau kat dapur tu “ ucap maknya sambil memperhatikan Asya.
“ Mak, bagaimana dengan bang Izam mak.” tanya Asya dengan muka yang penuh resah.
“ Asya berdoalah semoga abang kau selamat “ jawab maknya.
“ Asya risau apakah bang Izam tenggelam di laut atau ditangkap polisi negeri jiran lagi,sebagaimana dulunya mak “ kata Asya lagi.
“ Ya. mak paham sayang jangan pikir macam- macam ye.berdoa saja semoga abang Izam kau selamat “ kata maknya sambil memeluk Asya yang lagi tadi matanya berkaca.
“ Dah sekarang pegi belakang tu sarapan ya sayang “ ucap maknya sambil membelai rambut Asya
“ Iyelah mak,mak dah sarapan dah “ tanya Asya.
“ Mak kejap lagi sarapan ada hal pulak ni di kedai Atan yang mau diselesaikan “ jawab maknya.
“Iyelah,Asya sarapan dulu mak ye dan jangan lupa kalau ke kedai jangan lupa beli banyak makanan ye he..he.he “ pinta Asya sambil bergurau walaupun masih tersimpan keresahan yang terpendam.
“ Iyelah tu banyak cantik muka anak mak ni “ sambil mencubit pipi Asya yang putih lembut itu.
“Mak jangan lupa tu mak “ pintanya kembali pada maknya yang sudah turun tangga.
“ Iyelah” jawab maknya sambil berirama.
***
Jarum jam baru menunjukan pukul 11.30 sebagian orang kampung dah pulang dari memotong getah.Begitu juga dengan budak-budak sekolah sudah pulang ke rumah maklumlah hari jum,at maka cepat pulang.Suara mengaji terdengar di mesjid Al jihad di pinggir laut tak jauh dari rumah Asya.Keresahan Asya belum juga hilang mengingat sudah hampir dua minggu abangnya Izam tak terdengar kabarnya.Apakah ditelan ombak Selat Malaka ataupun ditangkap patroli polisi Malaysia karena abangnya Izam tidak paham betul dengan perbatasan negara karena di laut tidak ada tiang sebagai pembatas.Keresahan ini bertambah ketika salah satu televisi negeri jiran menyiarkan sebanyak empat kapal asing ditangkap dan semuanya berasal dari Indonesia.Keresahan di dada Asya seakan tak bisa dikendalikan lagi dan ingin bebas dari keresahan tersebut.Selama ini sejak kepergian abangnya hatinya selalu diikat dengan tali keresahan mengenai keselamatan abangnya yang tak kunjung dapat kabar.
“ Asya. mak dah balek ni “ sapanya maknya.
“ Eh mak, beli apa saja di kedai tu dah mengaji orang di mesjid tu baru balek “ jawab Asya.
“ Lama betul mak cik kau tu bebual, mak nak balek pun ditahannya “ jelas maknya.
“ Oooo macam tu, dah lah mari kita masak mak “ kata Asya sambil mengeret tangan maknya ke dapur.
“ Nanti dulu Asya mak belum habis becakap lagi ni “ ucap maknya.
“ Masalah apa mak “ tanya Asya.
“ Begini, mak cik kau ada memberikan nasi dan lauk ikan pari hasil menjaring suaminya malam tadi “ jawab maknya.
“ Mana mak, kalau begitu marilah kita makan sekali ye mak “ sahut Asya.
“ Pegi ke dapur tu ambil mangkuk besar dan pinggan sekali ye “ suruh maknya.
“ Iyelah “ jawab Asya.
“ Ooo ye jangan lupa ambil mangkuk basuh tangan sekali ye Asya “ pinta maknya.
“ Iya mak “ jawan Asya.
Setelah semuanya terhidang mereka pun makan dengan lahapnya dan Asya terus menanyakan keberadaan abangnya Izam yang menghilang tak tentu rimbanya.setelah semuanya selesai maka mereka pun sholat dan beristirahat karena petang hari nanti ada acara pesta anak penghulu kampung itu.
Suasana malam tanpa di terangi cahaya bulan menjadi hal tersendiri bagi Asya.Gelap,bunyi jengkerik dan deburan ombak di laut menjadi temannya setiap malam.Maklum lampu dari PLN belum terjangkau di kampungnya hanya mengandalkan mesin yang ditopang dari rumah penghulu di kampungnya.Apabila pukul sembilan maka lampu dimatikan tinggalah kesunyian dan kegelapan di kampung itu.keresahan Asya tak kunjung reda bahkan mengelora rasanya ingin memberontak ingin menghilangkan rasa resahnya.Namun rasanya terkunci selagi tak berjumpa dengan abangnya Izam.
“ Asya masuklah ke kamar di luar tu dingin “ tegur maknya.
“ Iya mak “ sahut Asya lalu masik ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya.
Dalam pembaringannya pandangannya tertuju pada potret dirinya dengan abangnya Izam yang terpampang di dinding.Keresahan hatinya bertambah mengingat sudah hampir dua minggu abangnya hilang ketika pergi melaut.Jarum jam sudah menunjukkan pukul 1.00 malam matanya masih belum terpejamkan.Mengingat kenangan manis dengan abangnya ketika ia kecil-kecil dulu.Pikirannya terawang-awang ke mana hingga membuat matanya terpejam dan tertidur hingga waktu subuh.
Azan berkumandang di mesjid Al jihad di pinggir laut tersebut.Menandakan hari sudah subuh dan Asya dan maknya bergegas mengambil air wudhu dan sholat secara berjemaah.Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan beberapa ayat dari kitab suci Al-quraan.Dan pagi harinya di lanjutkan dengan membersihkan halaman rumah yang sudah penuh dengan daun-daunan yang kering.
Setelah siap semua pekerjaan Asya melangkah menuju ke rumah dan duduk istirahat di kursi ruang depan.
“ Mak cik..mak cik !!! terdengar pekikan dari luar pagar halaman “
“ Eh ada apa Run “ tanya Asya.
“ Mak cik mana “ tanya Harun.
“ Mak cik kat belakang “ jawab Asya.
“ Panggilkan mak cik Asya “ pinta harun.
“ Tunggu sekejab ye Run “ Jawab Asya.
“ Mak!! Mak!! Mak!! “ pekik Asya keras sebab maknya jauh di belakang rumah sambil membersihkan rumput.
“ Ada apa Asya tepekik telolong begitu “ tanya maknya.
“ Abang harun nak jumpa mak “ jawab Asya.
“ Mana abang Harun kau tu “ tanya mak Asya.
“ Tu kat luar pagar tu “ jawab Asya sambil menunjukan di luar.
Asya dan maknya bergegas menuju menjumpai harun dan dengan langkah penuh harap tentang perkembangan anaknya Izam.
“ Ada apa run” tanya maknya Asya.
“ Begini mak cik sebenarnya...” Harun berhenti berbicara.
“ Sebenarnya apa ni cakaplah “ pinta mak Asya.
“ Cakap bang apa sebenarnya ni “ pinta Asya menyambung.
“ Kami tak menjumpai bang Izam mak cik, puas sudah kami mencarinya namun tak berjumpa.Setiap sungai kami susuri hingga sampai Selat Malaka namun perahu bang Izam tak dijumpai mak cik “ jelas Harun.
“ Terima kasih Harun karena sudi membantu pencarian bang Izam kau” ucap mak Asya dengan mata berkaca.
Asya berlari meninggalkan maknya dan Harun di luar menuju ke kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.Keresahan di dadanya telah terkunci tak bisa diobati dan di baluti dengan kain kelupaan.Kini tinggallah keresahan itu yang bersemadi di dalam dada Asya hingga waktu yang ditentukan.

Gunawan.R
( Ketua Komunitas Pohon Universitas Riau )
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia
Sebagai Pemenang juara 1 pembacaan cerpen se Unri

Selasa, 08 April 2008